Setibanya kami
di bandara Tribhuvan Kathmandu sungguh rasanya bagaikan terbangun dari mimpi
panjang karena tidak dipungkiri lagi bahwasanya Nepal memang merupakann spot
idaman para traveller di dunia
terutama bagi penggiat alam bebas. Di bandara yang terbilang kecil ini kami
awali perjalanan panjang selama kami di Nepal. Warna merah bata terlihat sangat
etnik dipadukan dengan arsitektur bangunan bandara ini yang memang berbeda jika
dibandingkan dengan bandara bandara di
Indonesia. Selepas dari bandara, kami segera menuju tempat penginapan kami
sebelum lapangan pengarungan sungai dimulai dan dibawalah kami menuju sebuah
daerah yang bisa dibilang sebagai pusat para backpacker dunia jika mereka berada di Nepal, adalah Thamel. Negara
yang awalnya kukira berbalut es dimana mana dengan pemukiman seperti pedalaman
ternyata salah. Di daerah Thamel yang memiliki ketinggian ±1300mdpl
ternyata berbeda dengan ekspektasi awalku tentang kota ini. Di daerah Thamel
jarang sekali atau bahkan hampir tidak ada bangunan yang tidak memiliki tingkat,
karena hampir semua bangunan disini berbentuk rumah susun.
Thamel sungguh
dipenuhi oleh banyak wisatawan asing dari belahan dunia manapun, Ada ras
negroid, mongoloid, kaukasoid dan ras dari berbagai etnis lainya. Lebih uniknya
kita dapat melihat beberapa dari mereka dengan setelan layaknya seorang gepeng dengan tidak berbusana pada
bagian atas, tidak beralas kaki, dengan rambut dan jenggot yang panjang tidak
aturan. Di sepanjang jalan kita dapat melihat toko toko yang menjual berbagai
macam hal dari perlengkapan outdoor hingga barang barang antik khas Nepal.
Disini toko toko hanya buka hingga pukul 21.00 selepas itu adalah giliran toko
toko “lain” yang membuka tokonya,
inilah yang dinamai budhastic time dimana ketika daun kenikmatan beredar dimana
mana dan pria pria menjual wanita yang berada didalam toko dengan musik yang
terdengar keras dengan lampu berwarna warni.
Pada keesokan
harinya kami baru sadar bahwa di daerah ini memang memiliki sebuah permasalahan
pada listrik dan airnya. Di daerah Indonesia yang mungkin pemadaman seminggu
sekali kita sudah protes layaknya menjadi orang yang paling menderita tanpa
adanya aliran listrik. Bayangkan jika kita berada di Thamel, disini mati lampu
sehari bisa mencapai 3 kali. Acapnya pada toko toko disini mereka memang sudah
menyediakan genset untuk mengakali agar tokonya tetap terjaga aliran listriknya
sehingga para pembeli sudi untuk mampir melihat barang yang mereka jual. Setelah
itu, ketika kami berjalan keluar kami baru sadar lagi bahwa di kota ini tidak
ada traffic light di persimpangan
yang ada, untuk mengatur itu semua di setiap persimpangan terdapat seorang
polisi dibawah payung plastik dengan seragam biru bersarung tangan putih untuk
mengatur laju lalu lintas di kota ini.
Selain
itu, rekomendasi jika berada di kota ini kita harus menggunakan sunblock dengan jumlah spf yang tinggi
karena disini udaranya dingin tetapi kering dan penuh debu sehingga jika kita
tidak menggunakan sunblock siap saja
muka kita berubah menjadi siluman ular. Let’s Get Lost!!